Foto grafis/Dokumen Eli Sahroni Secangkir, kopi menambah hangat suasana obrolan saya dan Eli Sahroni, salah satu tokoh di provinsi Banten. Jurnalistik jadi topik obrola disela waktu senggang rutinitas.
Munculnya obrolan tentang jurnalistik bukan tanpa sebab. Karena jurnalistik bagi Eli Sahroni merupakan salah satu bagian yang turut mewarnai perjalanan hidupnya.
Bagi pria yang akrab disapa King Badak, Jurnalistik memiliki filosofi yang cukup mendalam dalam membaca gejala zaman. Di mana, jurnalistik bagi dirinya juga dinilai telah mengajarkannya tentang banyak hal.
“Jurnalistik mengajarkan saya membaca gejala zaman. Dari situ saya belajar bahwa perlawanan tanpa arah dan konsep hanya akan jadi riuh tanpa hasil,” ucap King Badak.
Krisis moneter dan massa kejatuhan era rezim Soeharto sekitar tahun 1998/1999, menjadi salah satu pintu awal bagi Eli Sahroni menyelami dunia jurnalistik.
Di tahun dimana bangsa Indonesia sedang melewati masa-masa berat dan memasuki masa reformasi itulah, Eli Sahroni muda ditempa sebagai jurnalis di sebuah koran harian Nasional Sentana.
Dijalan itu pula, sikap kritis yang ada di dalam diri pria yang akrab disapa Sanekala semakin tajam. Sikap kritis itu terbukti dengan berita hasil reportase yang ia tulis.
Hatinya selalu terusik ketika menyoal masalah korupsi maupun isu sosial. Tak hanya sikap kritis, di jalan itu pula ketangguhan Eli dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat mulai terbentuk.
“Jurnalis adalah titik awal saya mengenal dunia. Di dunia jurnalis saya banyak ditempa,” kata Eli Sahroni.
Ketika dulu masih jadi jurnalis, langkah juang membantu masyarakat hanya bisa lewat tulisan. Dari situ pula dirinya belajar membaca gejala zaman.
Tidak ada komentar