Cara Ajaib Uang Bekerja Membentuk Perilaku Kita (Bagian 1)

Memang uang bisa bikin orang senang bukan kepalang. Namun uang bisa juga bikin orang mabuk kepayang. Kalimat itu adalah kutipan lirik lagu berjudul Uang yang dipopulerkan seorang ladyrocker Legendaris Nicky Astria. 

Soal uang sejarahnya dalam peradaban manusia cukup panjang. Secara umum, uang dikenal sebagai alat tukar utama dalam transaksi jual-beli. Bahkan, di era modern sekarang transaksi tidak hanya bisa dilakukan dengan cara konvensional berupa fisik namun bisa secara digital.

Namun, dalam tulisan ini saya tidak akan membahas soal sejarah uang, melainkan bagaimana cara kerja uang yang saya istilahkan ‘ajaib’ dalam memengaruhi dan membentuk perilaku kita dalam kehidupan. 

Baca juga: Jurnal: Stoikisme, Filosofi Hidup yang Menghidupkan

Seperti dalam buku “The Psyshology of Money” pelajaran abadi mengenai kekayaan, ketamakan dan kebahagiaan karya Morgan Housel, yang terbit tahun 2020. 

Buku yang telah diterjemahkan ke dalam 26 bahasa tersebut, bagi saya sangat memiliki energi dalam membantu meningkatkan imunitas pikiran kita memahami pengaruh uang dalam kehidupan kita.

Keberuntungan dan risiko adalah saudara kandung. Keduannya adalah realitas bahwa semua hasil dalam hidup dipengaruhi kekuatan-kekuatan selain usaha. 

Dalam gagasan Profesor NYU Scott Galloway terkait yang sangat penting untuk diingat ketika menilai keberhasilan Anda sendiri dan pihak lain. “Tak ada yang sebagus dan sejelek kelihatannya,” kata dia. 

Baca juga: Keistimewaan Ikhlas dalam Akulturasi Psikologis

Soal uang ini juga seperti halnya sebuah percakapan antara Kurt Bonnegut seorang miliarder dengan kawannya Josep Heller, dalam novel populernya catch-22. Dimana, Josep Heller yang merupakan seorang manajer dana lindung mendapat lebih banyak uang daripada semua yang didapat Heller.  Namun, jawaban Heller diluar dugaan, ia menjawab dengan kalimat sederhana. ‘Ya, tapi saya punya sesuatu yang dia tidak akan punya. Itu rasa cukup,”.

Kalimat Heller itu, menurut saya adalah jawaban atas gambaran perilaku ambisi manusia yang terkadang menganggap pencapaian mengumpulkan banyak uang adalah segalanya.  

Kejahatan yang dilakukan orang kepepet atau terpaksa itu satu hal. Seperti yang dikatakan penipu Nigeria pada The New York Times yang merasa bersalah menyakiti orang lain. “Kemiskinan akan membuat kita tak merasa sakit”. (Bersambung)

Oleh: Galuh Malpiana
Penulis adalah jurnalis warga Lebak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *