Pasar sentra Pedagang Kaki Lima (PKL) Kandang Sapi di Kampung Semi, Desa Narimbang Mulya, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, disorot.
Hal yang disoroti publik bukan soal kualitas bangunannya. Namun, soal penyebab terbengkalainya pasar yang dibangun menghabiskan anggaran Rp 2,7 Miliar.
Histeria publik menyoal pasar sentral PKL Kandang Sapi merupakan hal klasik. Bahkan seperti Dejavu, karena problem serupa terjadi di pasar Cipanas, pada tahun 2023 silam.
Baca juga: Pasar PKL Kandang Sapi di Lebak Terbengkalai, Aktivis: Program Kebelet
Saat itu, pasar Cipanas ditinggal para pedagang tidak lama setelah diresmikan Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya. Para pedagang merasa prustrasi, karena kondisi pasar yang baru berusia seumur jagung itu sepi pengunjung.
Karenannya, reaksi publik menyoal pasar sentra PKL Kandang Sapi menjadi wajar. Mengingat, hal traumatik mengerikan yang terjadi di pasar Cipanas tidak sampai terulang kembali di pasar Sentral PKL Kandang Sapi.
Pihak Dinas perindustrian dan perdagangan (Disperindag) menyebut, molornya pemanfaatan pasar sentral Kandang Sapi karena masih menunggu proses hibah aset serta monitoring, evaluasi dan pemeriksaan dari Dirjen Perdagangan Dalam Negeri. Pihak Disperindag juga menyebut pemanfaatan pasar itu akan dilaksanakan pada Maret 2024 ini. Namun sayai hal itu belum juga direalisasikan.
Dalam pandangan penulis, molornya pemanfaatan pasar Sentral PKL Kandang Sapi memperlihatkan indikasi terulangnya kasus pasar Cipanas. Pihak Disperindag dinilai tidak memperhitungkan terlebih dahulu pemetaan lokasi strategis memungkinkan pengunjung datang ke pasar. Selain itu, kemudahan akses transportasi serta potensi psikologis pedagang juga tidak diperhitungkan.
Pemanfaatan pasar sentral PKL nantinya jangan sampai membuat para pedagang merasa terpaksa mengisi pasar. Sehingga ketika kasus pasar sepi pengunjung terjadi, pedagang prustrasi meninggalkan pasar tersebut.
Menata karut-marut PKL
Perlu diingat, pasar sentra PKL Kandang Sapi disiapkan dalam rangka upaya relokasi para PKL di pasar Rangkasbitung. Upaya itu salah satunya untuk menata karut-marutnya PKL di Jalan Sunan Kalijaga dan Tirtayasa pasar Rangkasbitung. Artinya psikologis para PKL yang direlokasi nanti harus diperhatikan.
Apalagi, selama ini para PKL terbiasa menempati pasar subuh Jalan Sunan Kalijaga. Lokasi itu jadi magnet, karena lokasinya notabene sangat strategis. Terbukti puluhan, bahkan hingga ratusan lapak PKL memadati kawasan pasar subuh.
Dengan demikian, menjadi sebuah pertanyaan, apakah kehadiran pasar sentral PKL bisa mewujudkan keinginan pemerintah daerah menghapus pasar subuh?. Tentunya fakta yang akan menjawab pertanyaan itu.
Baca juga: Miris! Usia Jalan di Lebak Ini Tak Lebih Awet dari Papan Informasi Proyek
Sebagai warga Kabupaten Lebak, penulis tentunya sangat mendukung upaya pemerintah dalam upaya melakukan penataan wilayah agar lebih resegentatif. Mewujudkan keinginan itu tentu bukan hal yang mudah, akan banyak tantangan yang dihadapi.
Meski demikian, dalam mengeluarkan suatu kebijakan yang efektif dan tepat sasaran, pemerintah daerah tentu harus terlebih dulu mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk berkaca dari pengalaman. Jika penulis boleh mengambil istilah, kebijakan yang dikeluarkan jangan sampai seperti kebelet nikah, namun buyar ditengah jalan. Kasus pasar Cipanas menjadi cermin yang nyata, sehingga kasus pasar sentral PKL harus jadi solusi, bukan malah jadi buah simalakama.
Penulis juga berharap, kritikan tersebut tidak lantas membuat pemerintah daerah baper. Anggap saja kritik yang disampaikan masyarakat melalui berbagai platform informasi media digital terkait pasar sentra PKL Kandang Sapi sebagai endors memasarkan keberadaan pasar tersebut.
Oleh: Galuh Malpiana
Penulis adalah jurnalis warga Kabupaten Lebak