Kemajuan Teknologi CCTV Tak Menggeser Budaya Siskamling di Desa Cikatapis

Chanel Banten, Lebak – Closed Circuit Televisi (CCTV) merupakan salah satu pilihan teknologi yang digunakan sebagai besar masyarakat sebagai alat pengintai modern menghindari aksi pencurian dirumah.

Pengguna CCTV dianggap sangat efektif dan efisien, karena tidak menghabiskan waktu bagi seseorang untuk menjaga keamanan dari aksi kejahatan.

Namun lain halnya bagi warga di Kampung Rancagawe RT/RW 01/01, Desa Cikatapis, Kecamatan Kalanganyar, Kabupaten Lebak. Meski kampung itu sudah terbilang perkotaan, namun warganya tetap mempertahankan budaya siskamling.

Ketua RT 01 Kampung Rancagawe, Redi Jajuli mengatakan, selama ini warga di kampungnya masih tetap mempertahankan budaya siskamling. 

“Ya, walaupun ada beberapa rumah yang sudah punya CCTV. Tetapi kita tetap membudayakan siskamling,” kata Redi saat acara kerja bakti membangun Pos Ronda, Kamis 8 Februari 2024.

Menurut dia, siskamling, tak hanya memberikan rasa aman bagi masyarakat, namun lebih dari itu bisa mempererat tali silaturahmi antara warga.

“Kalau siskamling kan kita nanti sering ketemu, jadi antar sesama warga jadi lebih akrab,” ujarnya.

Sejarah singkat Siskamling 

Melansir dari Historia.id, budaya siskamling muncul berawal dari keberadaan gardu-gardu di sekitar area pintu masuk Keraton Jawa. Gardu tersebut berfungsi sebagai penunjuk kekuasaan raja.

Namun, ketika pedagang Belanda tiba melalui VOC, fungsi dari pos ronda mengalami pergeseran. Kekuasaan kerajaan dilemahkan VOC melalu berbagai cara, salah satunya dengan cara mempersempit kekuasaan keraton dengan membagi wilayah koloninya secara administratif. 

Untuk mempertegas batas wilayah antara desa-desa, VOC mendirikan gardu jaga di setiap perbatasan desa.

Di kota Batavia, VOC juga membuat sistem perbatasan ini. Namun yang membedakan, batas ini dibuat berdasarkan asal suku orang-orang setempat, seperti orang Bali, orang Ambon, orang Bugis, orang Tionghoa, dan orang Jawa.

Keamanan kelompok dipegang oleh seorang kepala kampung atau disebut kapitan. Setiap malam, penjaga gardu yang telah dipilih kapitan rutin menggelar ronda. Ronda berasal dari bahasa Portugis dan Belanda yang artinya berkeliling.

Reporter: Muhammad Ubik
Editor: Galuh Malpiana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *