
Galuh Malpiana
PADA tahun 1964, para wanita di Inggris bereaksi aneh melihat pakaian dengan desain seksi atau ‘topless’ di tempat umum.
Para wanita itu bereaksi aneh, karena berpakaian terbuka di tempat umum dianggap tabu dan menjijikan. Hal itu juga dianggap tak sopan, sehingga pakaian desain semacam itu tak layak untuk dikenakan perempuan.
Rekasi para perempuan di Inggris itu menanggapi kemunculan baju topless di tempat umum, terekam dalam sebuah video yang viral pada tahun 2024 lalu.
Baca juga: Menjaga Martabat Perss, Etika Jurnalis dan Kepercayaan Publik
Menurut mereka, wanita yang memiliki sopan santun tidak berkeinginan untuk mengenakan pakaian seperti itu di tempat umum.
Sedangkan, pada tahun 1946 seorang desainer bernama Louis Reard di Prancis sudah memperkenalkan pakaian renang dua potong. Pakaian itu oleh Reard disebut ‘bikini’ yang populer hingga sekarang.
Di Eropa, pada tahun 1930-an para wanita sudah mulai mengenakan pakaian renang dua potong yang terdiri dari halter dan celana pendek. Berbeda dengan pakaian renang atau bikini versi Reard yang lebih berani. Pada versi bikini tahun 1930-an itu, bagian yang terlihat hanya perut, sedangkan bagian pusar tertutup dengan hati-hati.
Pakaian renang atau bikini ternyata juga sudah dikenal sejak zaman Romawi kuno. Sehingga, pakaian terbuka seperti topless atau bikini sudah jadi bagian dari sejarah panjang peradaban manusia.
Munculnya desain pakaian terbuka kemudian disepanjang era konservatif tahun 50-an menimbulkan kontroversi, seperti halnya reaksi para wanita di Inggris. Soal bikini juga menarik perhatian Paus, yang mempermalukannya sebagai dosa.
Memasuki era modern, pakaian terbuka seperti topless ataupun bikini jadi hal umum. Bahkan, ikon budaya pop seperti Brigitte Bardot dan Raquel Welch menjadikan bentuk pakaian renang seperti bikini itu sebagai modis.
Arab Saudi yang dulu dianggap konservatif, kini lebih terbuka atau moderat. Negara kerajaan Islam itu memperbolehkan wanita berpakaian bikini di pantai saat berwisata.
Baca juga: Keistimewaan Ikhlas dalam Akulturasi Psikologis
Berbeda dengan Arab Saudi, pada tahun 2016 di Indonesia sempat terjadi kontroversi soal bikini. Bedanya, publik protes sebuah produk kuliner karena diberi nama akronim ‘bikini’ (bihun kekinian) dengan tagline “remas aku”. Nama bikini pada produk kuliner dianggap berbau sensualitas dan pornografi. Produk itu pun lalu ditarik pemerintah.
Sejarah dan kontroversi topless dan bikini berkontribusi dalam rangkaian perjalanan evolusi budaya dan kognisi sosial masyarakat. Namun, pada kesempatan ini saya hanya akan mengulas topik soal kognisi. Bukan berarti soal budayanya tak menarik untuk dibahas dan didiskusikan.
Menurut saya, kasus ‘si bikin’ yang ternyata kuliner bihun kekinian merupakan bagian kognisi evolusi itu berproses. Selain itu juga meningkatkan kinerja pikiran kita mulai mengolah informasi hingga menyusun puzzle logika untuk dipahami. (Bersambung)
Oleh: Galuh Malpiana
Penulis adalah jurnalis warga Lebak