Ini Sejarah dan Arti Nama Rangkasbitung Ibukota Kabupaten Lebak

Chanel Banten, Lebak – Kota Rangkasbitung merupakan ibu kota Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Kota yang letaknya tak jauh dari ibu kota Jakarta ini, sekarang sudah semakin maju dan modern bak kota Metropolitan.

Namun, di balik kemajuannya saat ini. Ternyata kota Rangkasbitung menyimpan makna sejarah yang amat penting untuk diketahui.

Dikutip dari berbagai sumber. Rangkasbitung merupakan dua buah kata yang memiliki arti yang berbeda. Kata ‘Rangkas’ berarti Patah, dan ‘Bitung’ memiliki arti satu rumpun bambu. Kemudian terciptalah nama Rangkasbitung. Di mana sampai saat ini penyebutan itu masih dipake.

Konon pada zaman dahulu, tumbuhlah rumpun bambu yang sangat besar. Para masyarakat menyebutnya, dengan nama Awi Bitung (Bambu Bitung).

Baca juga: Antisipasi Kenaikan Harga, Bulog Lebak-Pandeglang Tebar 2.655 Ton Beras Bantuan Pangan

Kemudian Awi Bitung tersebut dimanfaatkan untuk dijadikan sebagai mata pencaharian oleh masyarakat dan diolah menjadi, bahan anyaman, peralatan rumah tangga, dan lain sebagainya.

Karena merasa bermanfaat untuk masyarakat. Kemudian masyarakat pun mulai mengkramatkan awi/bambu tersebut. Mereka mulai menyembah dan memberikan sesajen kepada Awi Bitung tersebut.

Kemudian, pada suatu hari datanglah seorang ulama ke daerah Awi Bitung. Ia merasa kaget melihat para penduduk menyembah serumpun bambu. Ulama tersebut menasihati mereka agar jangan melakukan hal tersebut karena merupakan tindakan musyrik. Lalu, ia mengajarkan bahwa hanya Allah lah yang layak dan wajib untuk disembah.

Tak terima dengan nasihat ulama tersebut, para masyarakat pun malah mengusirnya dengan cara yang kasar. Kemudian ia pergi meninggalkan masyarakat tersebut.

Setelah kepergian ulama itu, tiba tiba muncul hembusan angin yang sangat kencang dan berputar semakin keras hingga mempora porandakan daerah itu.

Dengan hembusan aing yang sangat kencang, masyarakat pun merasa ketakutan, hingga akhirnya angin kencang itu mematahkan Awi Bitung tersebut

Hembusan angin yang sangat kencang, membuat rumah milik masyarakat roboh. Dan kemudian banyak pula masyarakat yang tewas tertimpa bangunan rumah.

Tak tega melihat situasi masyarakat banyak yang mati dan rumah mereka semuanya roboh. Akhirnya, ulama itu pun mulai membangun kembali perkampungan baru di daerah tersebut. Dirinya juga mendirikan pesantren untuk mengajarkan Agama, agar prilaku musyrik seperti menyembah Awi Bitung tak terulang kembali.

Agar mengingat peristiwa tersebut maka kampung itu dinamakan Rangkasbitung. Oleh karenanya dalam peristiwa yang terjadi itu merupakan sebuah pelajaran terhadap masyarakat agar kembali ke jalan Allah, dan jangan pernah menyembah selain kepada Allah SWT.

Reporter: Galuh Malpiana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *