Hanya karena gara-gara persoalan uang pertemanan, bahkan saudara sekali pun bisa pecah…ambyar. Itulah fakta yang sering terjadi dalam fenomena kehidupan sosial kita. Pengaruh uang memang cukup dahsyat dalam mengatur atau bahkan membentuk perilaku kita. Dalam sekejap uang bisa merubah karakter dan perilaku seseorang hanya karena gara-gara persoalan uang.
Tulisan ini adalah sambungan dari tulisan bagian pertama saya edisi 26 Desember 2023. Referensi utama tulisan ini adalah buku “The Psyshology of Money” pelajaran abadi mengenai kekayaan, ketamakan dan kebahagiaan karya Morgan Housel, yang terbit tahun 2020.
Baca juga: Cara ‘Ajaib’ Uang Bekerja Membentuk Perilaku Kita (Bagian 1)
Pada tulisan bagian pertama, saya ingin kembali mengingatkan pembaca pada sebuah percakapan antara Kurt Bonnegut seorang Miliarder dengan kawannya Josep Heller, dalam novel populernya catch-22. Dimana, Josep Heller yang merupakan seorang manajer dana lindung mendapat lebih banyak uang daripada semua yang didapat Heller. Namun, jawaban Heller diluar dugaan, ia menjawab dengan kalimat sederhana atas ungkapan Kurt Bonnegut. “Ya, tapi saya punya sesuatu yang dia tidak akan punya. Itu rasa cukup,” ucap Heller.
Uang sebatas simbol
Kesimpulan saya pada tulisan bagian pertama, adalah jawaban atas gambaran perilaku ambisi manusia yang terkadang menganggap pencapaian mengumpulkan banyak uang merupakan segalanya, namun itu tidak. Dalam hidup segalanya memang membutuhkan uang, namun ketika uang yang mengendalikan kita. Maka diperbudaklah kita oleh uang.
Menurut saya uang hanya sebatas simbol, sebagaimana fungsinya sebagai alat tukar untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun faktanya memang manusia tak pernah puas dalam mengumpulkan uang dan hartanya. Prinsip kesederhanaan Josep Heller dengan kata cukup setidaknya adalah penangkal dari puncak siasat uang mengendalikan kita.
Bahaya merasa lebih banyak uang
Dalam bukunya, Morgan Housle menyampaikan tentang keahlian keuangan tersulit adalah menjaga tiang gawang agar berhenti bergerak. Apa maksudnya?. Morgan Housle menguraikan bahwa hal itu merupakan hal penting. Jika harapan naik bersama hasil, tidak ada logikanya untuk mengusahakan lebih karena Anda akan merasakan hal yang sama sesusah berusaha lebih keras. Jadi berbahaya keinginan merasakan lebih banyak uang, kekuasaan, gengsi menaikan ambisi lebih cepat dari kepuasan.
Baca juga: ‘Kabut” Retribusi dan Kilau Pasar Subuh “Jalur Sutra” PKL
Inilah hebatnya kapitalisme modern. Ia menciptakan kekayaan dan menciptakan rasa iri. Anda pastinya pernah merasakan rasa iri kan, entah itu pada teman tetangga atau kepada siapapun. Rasa iri timbul ketika melihat orang lain lebih dari kita, baik dari sisi keuangan maupun lainnya. Menurut Pakar Neourosains, dr. Ryu Hasan manusia memang memiliki kecenderungan senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang. (Bersambung)
Oleh: Galuh Malpiana
Penulis adalah Ketua Aliansi Jurnalis Lebak