KECERDASAN emosional membuat hidup manusia menjadi lebih berkualitas dan bahagia. Bahkan, semakin cerdas secara emosional, maka manusia semakin rasional.
Hal itu disampaikan pakar Neurosains dr. Roslan Yusni Hasan, dalam sebuah acara Podcast YouTube Gita Wirjawan bertajuk Kecerdasan dan Kebahagiaan dari Perspektif Neurosains, pada 16 Februari 2022 lalu.
“Makin cerdas secara emosional ternyata membuat hidup kita lebih berkualitas. Karena makin cerdas kita secara emosi, makin bahagia kita. Makin bahagia kita, kita makin rasional,” jelas drm Rsoalan Yusni Hasan yang akrab disapa Ryu Hasan, dilansir dari Nalarpolitik.com, Rabu 22 November 2023.
Ryu Hasan menjelaskan bahwa emosi mengambil peran penting dalam kehidupan. Emosi, bukan rasionalitas, mengendalikan 99 persen kehidupan manusia.
“Rasionalitas itu sesuatu yang kita sadar penuh (conscious). Contoh, 2+2 = 4 itu kita sadar. Tetapi kita makan itu enggak perlu sadar,” kata Ryu Hasan.
Ia pun menekankan bahwa peran emosi yang besar menentukan seseorang itu cerdas atau tidak secara emosi.
“Misalnya, kalau kita melihat ada orang yang enak didengar ngomongnya, tidak terus kemudian memancing emosi, itu cerdas secara emosi sebetulnya dia itu, membuat orang lain itu nyaman dengan dia,,” katanya.
Orang yang bahagia dan membuat orang lain bahagia pun, tambahnya, adalah orang sebenarnya cerdas secara emosi.
Lebih jauh tentang kecerdasan, yakni bagaimana individu bisa mempertahankan hidupnya selama yang dimungkinkan. Ia mengambil contoh kecerdasan kecoa yang memang berbeda dengan kecerdasan manusia.
Seekor kecoa bisa mempertahankan hidupnya selama yang dimungkinkan, itu kecerdasan individu. Tetapi kalau kecerdasan spesies, bagaimana spesies itu bertahan selama mungkin dalam panggung kehidupan.
“Misalnya, kecerdasan homo sapiens, kalau dibandingkan dengan homo erectus, masih belum ada apa-apanya. Mereka (homo erectus) dua juta tahun bertahan.”
Tetapi secara individual, kecerdasan manusia meningkat ketimbang misalnya 120 tahun yang lalu.
“Tahun 1900, rata-rata manusia meninggal pada umur 47 tahun. Sekarang, usia harapan hidup manusia 82 tahun,” katanya.
Kecerdasan individual
Manusia, sudah lebih cerdas dua kali lipat secara individual. Meskipun kecerdasan lebih banyak lahir dari kecerdasan komunitas, kecerdasan kumulatif, atau kecerdasan terdistribusi, atau kecerdasan bergerombol.
“Mas Gita ini usia sekarang seperti ini masih segar, itu karena kecerdasan kita bersama. Kita memahami cara hidup yang lebih sehat.”
Kalau kemudian manusia punya penyakit, manusia akan mengupayakan bagaimana cara mengatasinya, sehingga usia harapan hidup manusia meningkat tajam dalam waktu 50 tahun terakhir ini.
“Secara individual, manusia makin cerdas. Tetapi secara spesies, nanti dulu. Sejarah yang membuktikan nanti.”
Dasar itulah yang mengantarkan Ryu Hasan pada satu kesimpulan bahwa makin cerdas secara emosional, makin hidup manusia akan berkualitas. Karena makin cerdas manusia secara emosi, makin bahagia. Makin bahagia, manusia makin rasional.
“Jadi, kalau dalam bukunya Daniel Goleman (Emotional Intelligence), dia membahasakan bagaimana emosi itu terlalu sering membajak rasionalitas kita. Pada saat porsi rasionalitas kita beri porsi yang agak lebih besar sedikit, itu membuat hidup kita lebih berkualitas.”
Dengan demikian, karena hidup lebih berkualitas, capaiannya pun akan lebih berkualitas.
“Itu yang membuat masyarakat-masyarakat yang bahagia, mereka lebih produktif, meksipun kelihatannya lebih santai. Karena mereka hidup sejahtera, mukanya bahagia semua. Itu yang ada dalam Daniel Goleman,” ujarnya.
Kecerdasan emosional, simpulnya, adalah bagian dari kecerdasan sosial itu sendiri.
“Makin kita tidak cerdas secara emosi, makin kesulitan kita kerja sama. Dan kita kesulitan menghasilkan sesuatu yang lebih efektif dan lebih efisien,” katanya.
Reporter: Galuh Malpiana
Artikel ini pernah dimuat dengan judul: https://nalarpolitik.com/kecerdasan-emosional-bikin-hidup-lebih-berkualitas/2/