Salah satu aktivitas tambang tanah di Kecamatan Curugbitung/Chanel Banten LEBAK – Kondisi yang memperlihatkan jalan becek, berlumpur hingga antrean truk mengangkut hasil tambang tanah bikin macet sudah jadi pemandangan biasa di Kabupaten Lebak, Banten.
Soal itu, bahkan selalu jadi topik trending di jagat media sosial. Dampaknya bahkan tak hanya terhadap lingkungan, namun terhadap infrastruktur jalan.
Baru-baru ini juga viral jembatan Panunggulan rusak di Jalan Raya Maja-Adiyasa, Kecamatan Kopo, Kabupaten Serang. Jembatan itu merupakan penghubung Kabupaten Lebak, Serang dan Tangerang. Penyebab rusaknya jembatan itu disebut salah satunya akibat tingginya mobilitas truk angkutan tanah.
Warganet geram melihat kondisi itu, mereka “teriak” namun tak didengar pihak pemerintah. Apa mungkin teriakan tak didengar karena terhalang truk tronton? Apa memang pemerintah tak mau mendengar?.
Lokasi aktivitas tambang tanah yang masif atau gila-gilaan sejauh ini baru diketahui berada di kecamatan Citeras, Maja dan Curugbitung. Namun untuk jumlah titik tambangnya belum diketahui pasti
Dipastikan ilegal
Data yang di dapat dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, ada 8 perusahaan di wilayah itu, namun aktivitasnya ilegal karena tidak memiliki izin. Berdasarkan hal itu, dipastikan aktivitas tambang tanah di daerah itu ilegal.
Hanya saja, sejumlah pengusaha tambang tanah mengklaim aktivitas yang dilakukan legal karena sudah mengantongi izin. Namun itu baru hanya sebatas klaim semata belum dibuktikan dengan fisik dokumen.
Aktivitas tambang galian tanah di tiga kecamatan itu sudah berlangsung cukup lama. Pengusahanya silih berganti. Tanah merah tersebut dikirim ke sejumlah daerah di Tangerang.
Ekploitasi tanah di daerah itu dinilai ugal-ugalan. Dampak lingkungan sepertinya sudah tak dihiraukan. Belum lagi kerusakan infrastruktur, seperti jalan dan jembatan yang baru-baru ini viral.
Dampak aktivitas tambang juga kerap menimbulkan kecelakaan, baik itu dialami pekerja tambang maupun pengendara akibat jalan becek dan berlumpur. Namun belum ada data mengenai jumlah pastinya.
Padahal sanksi untuk kegiatan tambang ilegal tak main-main. Sanksinya bisa pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020, dengan ancaman pidana penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.
Selain bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan, pengusaha juga wajib membayar pajak. Sayangnya, berdasarkan data dari Badan pendapatan daerah (Bapenda) Lebak, realisasi pajak untuk tambang atau yang disebut Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) di daerah belum optimal. Karena hingga saat ini realisasi penerimaan pajak baru mencapai 46,8 persen dari target Rp16 miliar tahun 2025.
Pemerintah diharapkan segera menertibkan aktivitas tambang galian tanah ilegal tersebut. Sebab, selain tak ada pemasukan ke daerah, aktivitasnya jadi perusak infrastruktur.
Pemerintah harus bersikap tegas karena keberadaan tambang tanah ilegal bisa merugikan. Selama itu adanya aktivitas tambang galian tanah justru membawa mudharat.
Editor: Galuh Malpiana
Pos Terkait
Pos Terbaru
Tidak ada komentar