Chanel Banten, Lebak – Aktivis pengiat AntiKorupsi di Kabupaten Lebak menyoroti karut-marut pelaksanaan Program Pangan Pemerintah (BPP) beras di wilayah itu.
Mereka menilai anggaran pengiriman beras dalam tiga pagu September, Oktober dan November ke titik penyerahan sekitar Rp7 Miliar oleh PT Pos melalui transporter tak sebanding dengan kinerja dilapangan.
Ketua DPD LSM KPKB, Aji Permana mengatakan, kasus droping beras di Kantor Kecamatan Warunggung menunjukan ketidak profesionalan transporter PT Pos Rangkasbitung menjalankan tugas nya pihak yang dipercaya mendistribusikan bansos beras ke Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
“Seharusnya, transporter mengirim beras sampai ke titik penyerahan, bukan di droping ke kantor Kecamatan yang notabene jaraknya jauh dari rumah KPM,” kata Aji Permana, Minggu 1 Oktober 2023.
Menurutnya, mengacu pada aturan dalam Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional RI No 71/KS.03.03/K/3/2023, tentang petunjuk teknis penyaluran cadangan pangan pemerintah untuk pemberian bantuan pangan tahun 2023.
Dalam aturan itu, sambung dia, disebut soal anggaran distribusinya. Selain itu dijelaskan juga juknis pengiriman beras harus sampai ke titik penyerahan yang lokasinya tak menyulitkan KPM atau dengan jarak dekat ke KPM.
“Transporter kan sudah dikasih ongkos oleh pemerintah. Dana setiap pengirimam itu Rp 1.500 per kilogram. Jika dihitung 10 kilogram beras yang diterima KPM, maka ongkosnya Rp 15 ribu. Jika ditotal dengan jumlah KPM penerima Bansos BPP di Lebak, maka anggaran distribusi bisa sampai Rp7 Miliar,” kata Aji.
APH harus turun tangan
Oleh karenannya, aparat penegak hukum atau APH harus turun tangan menyikapi soal itu. Sebab, patut diduga ada penyelewengan dalam penggunaan anggaran distribusi beras Bansos BPP itu.
“Menurut saya, APH harus turun tangan selidiki anggaran ongkos untuk distribusi beras oleh transporter ke KPM,” ujarnya.
Sebelumnya, penyaluran program BPP Beras di Kecamatan Warunggung, Kabupaten Lebak, Banten dikeluhkan.
Pasalnya, Keluarga Penerima Manfaat (KPM) harus mengambil langsung beras Bansos 10 Kilogram ke kantor Kecamatan. Akibatnya KPM harus menanggung rugi.
Hal itu diakui, Camat Warunggunung, Apip. Ia mengaku penyaluran beras Bansos memang dilaksanakan di kantor kecamatan. Itu terjadi karena ia menilai juknis SOP proses pendistribusian bantuan beras oleh pihak PT Pos tak jelas atau tidak ada kesepqhaman antara kecamatan dan desa.
“Kita sudah sampaikan ke Dinas Ketahanan Pangan (DKP), Dinas Sosial (Dinsos) dan dinas terkait lainnya soal ketidak sepahaman tentang Juknis pendistribusian bansos itu. Surat resmi sudah kami layangkan ke DKP,” katanya.
Hanya saja Camat enggan mempublikasikan skrip surat ketidak kesapahaman soal SOP Juknis pendistribusian beras Bansos itu ke pihak media.
Bahan evaluasi
Menurut dia, dalam Junkis itu belum tertulis secara jelas tugas dan pungsi (Tupoksi), keterlibatan pihak kecamatan dan desa dalam soal pendistribusian beras tersebut. Sehingga ini harus menjadi bahan evalusasi dari pihak dinas terkait.
“Padahal ini, kan ranah tangung jawab proses pendistribusiannya antara pihak Bulog dan PT Pos. Sehingga ini lah yang membuat ketidak kesepahaman itu,” ujarnya.
Dalam Intruksi Bupati sendiri, kata dia, soal pendistribusian beras Bansos, pihak desa dan kecamatan hanya sebatas mengakomodir dan memfasilitasi saja.
“Ini yang harus diperjelas. Tapi secara umum proses pendistribusian sudah selesai dilaksanakan,” katanya.
Sementara hingga berita ini kembali ditulis saat ini pihak PT Pos Rangkasbitung masih sulit dihubungi. Bahkan, dihubunggi melalui pesan WtahsApp humas PT Pos Rangkasbitung, Dede tidak merespon.
(gm)