
Oleh: Galuh Malpiana
Jurnalis warga Kabupaten Lebak
Tulisan ini sepenuhnya jadi tanggung jawab penulis, tidak mewakili pandangan redaksi
Perselisihan antara oknum Kepala sekolah (Kepsek) salah satu sekolah di Kabupaten Lebak, Banten dengan wartawan belakang ramai diberitakan sejumlah media online.
Hal itu dilatarbelakangi karena ucapan kasar Kepsek kepada wartawan yang kebetulan hendak meliput proyek pembangunan rehabilitasi sekolah.
Menurut penuturan wartawan kepada sejumlah media, Kepsek mengumpat wartawan dengan kata “Rampok”.
Kasus ini menarik perhatian saya untuk menulis. Tujuannya, tentu bukan maksud untuk memperkeruh keadaan, apalagi sampai membuat larut persoalan. Melainkan agar kita saling introspeksi diri.
Sebagaimana membaca kronologi kejadian seperti yang sudah dimuat sejumlah media online. Yanto wartawan Jes TV bersama tiga rekannya melaksanakan tugas jurnalistiknya meliputi pembangunan rehabilitasi sekolah.
Sebagai seorang wartawan turun kelapangan secara langsung merupakan keharusan sebagai upaya chack balancing untuk memastikan keakuratan informasi yang diterima. Langkah itu merupakan bagian dari kode etik kerja-kerja jurnalistik. Menurut pandangan saya, upaya kawan-kawan wartawan sudah tepat dan benar. Mereka sangat menjunjung tinggi norma jurnalistik.
Entah apa yang melatar belakangi Kepsek sehingga sampai terpikir mengucap kata “Rampok” pada saat itu. Apakah itu karena sengaja atau “keseleo lidah”. Apa karena gugup, apa masih ada faktor lainnya? Entah lah, yang tahu hanya Pak Kepsek itu sendiri.
Meski demikian, berkata kasar apalagi sampai berdampak terhadap orang lain itu sangat tidak beretika dan bermoral. Ada konsemwensi hukum tentunya pula.
Selain itu, Kepsek sebagai pendidik dan penjabat publik juga tentu seyogyanya harus memahami dan menguasai komunikasi publik. Jangan malah serampangan dalam berkomunikasi.
Terlepas dari itu pula, tentu masalah ini juga harus dijadikan bahan renungan bagi kita bersama sebagai insan perss yang merdeka. Kode etik jurnalistik diajdikan landasan moral dan etika agar seorang wartawan senantiasa melakukan tindakan tanggung jawab sosial demi kepentingan publik.
Semoga kedepan kasus semacam ini tidak sampai terulang. Melakukan pelecehan terhadap suatu profesi termasuk wartawan tidak dibenarkan. Sebab profesi wartawan bukan ilegal, bukan tanpa aturan, namun diakui secara hukum dalam Undang-undang.
Diakhir kata, berhati-hati dan bijaklah dalam berkata-kata. Jangan sepelekan kata-kata jika nantinya menjadi petaka.
Wasalam (*)
Tidak ada komentar