
DALAM perjalanan sejarah Islam, sejumlah peristiwa penting tercatat pernah terjadi di bulan Ramadan. Peristiwa penting itu,, salah satunya Fathul Makkah (penaklukan Makkah) di tahun ke-8 H.
Melansir dari laman Umsida, dari sebuah tafsir tahlili disebut bahwa pelaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadan oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW tidaklah mudah dilakukan, namun kecuali bagi mereka yang benar-benar mengimani Allah dan Rasulnya.
Dalam konteks sejarah masa awal dakwah Islamiyah bulan Ramadan bertepatan dengan bertemunya dua pasukan, yaitu pasukan Islam yang dipimpin Nabi Muhammad.
Mereka bertemu dengan tentara Quraisy yang dikomandani oleh Abu Jahal, dan pecahnya perang antara pasukan Islam dan tantara kafir Quraisy di Badar pada tahun ke 2 Hijriyah (QS.al-Anfāl[8]: 41), sementara para pasukan Islam dalam kondisi berpuasa.
Pada bulan Ramadan terjadi peristiwa penting bagi umat Islam, yaitu Fathul Makkah (penaklukan Makkah) di tahun ke-8 H. Saat itu, Rasulullah dan para sahabat dalam kondisi berpuasa memutuskan untuk membebaskan kota Mekah dari penindasan dan penganiayaan terhadap kaum muslim yang tinggal di Mekah.
Selain itu, Ka’bah yang menjadi qiblat ibadah umat Islam telah disalahgunakan oleh kaum kafir Quraisy untuk kegiatan penyembahan berhala dan ritual-ritual yang tidak sesuai dengan ajaran Tauhid.
Pada tahun yang sama, bulan Ramadan juga terjadi peristiwa pembebasan kota Taif dalam perang Hunain, yakni pertempuran melawan suku Hawasin dan sekutunya yang merasa terancam oleh kekuatan kaum muslimin.
Di peristiwa itu, Allah memberikan kemenangan besar sehingga Rasulullah mengirimkan ekspedisi ke Taif untuk membebaskan kota tersebut.
Pada tahun ke-9 H dan dalam kondisi berpuasa di bulan Ramadan, Rasulullah beserta umat muslim melakukan ekspedisi militer ke perbatasan Ramawi di Arab Utara sebagai tindakan pencegahan menghadapi ancaman dari kekaisaran Romawi Timur (Byzantium) dan sekutunya.
Suku Ghassanid (Arab Kristen yang menjadi sekutu Romawi), diduga akan menyerang kaum Muslim di Jazirah Arab.
Meskipun tidak sampai terjadi peperangan yang besar, keberangkatan pasukan muslim ke Tabuk berhasil menjalin kesepakatan damai (hubungan diplomatik) dengan beberapa suku di wilayah tersebut dan sebagian diantaranya masuk Islam.
Beberapa penguasa lokal juga setuju untuk membayar jizyah (pajak keamanan) kepada kaum Muslimin, sebagai tanda persekutuan dan perlindungan.
Ekspedisi ke Tabuk dilakukan dalam kondisi yang sangat berat. Musim panas di Jazirah Arab saat itu sangat terik, dan sumber daya seperti makanan dan air sangat terbatas.
Ditambah lagi, perjalanan ke Tabuk sangat jauh, sekitar 700 km dari Madinah, menjadi ujian besar bagi kaum Muslimin yang pada waktu itu mereka sedang berpuasa, untuk menunjukkan keteguhan iman mereka kepada Allah dan Rasulnya.
Sumber: Umsida