TINDAK Pidana Perundungan dan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan adalah masalah serius yang memerlukan perhatian lebih dari semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan.
Tindak kekerasan di sekolah, baik yang berbentuk fisik, verbal, maupun psikologis, memiliki dampak jangka panjang terhadap perkembangan mental dan sosial peserta didik.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan regulasi dan kebijakan yang diharapkan dapat menanggulangi perundungan dan kekerasan di lingkungan pendidikan.
Salah satu regulasi penting yang ada adalah terkait dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) dan juga Undang-Undang Perlindungan Anak yang memberikan pedoman tentang penanganan TPPK.
Regulasi Tindak Pidana Perundungan dan Kekerasan di Satuan Pendidikan
Regulasi terkait tindak pidana perundungan dan kekerasan di satuan pendidikan di Indonesia umumnya merujuk pada beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur hak-hak anak dan peserta didik, serta tanggung jawab sekolah dalam menciptakan lingkungan yang aman.
Beberapa peraturan tersebut adalah:
1. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
Undang-undang ini menegaskan bahwa anak berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan diskriminatif. Kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan jelas dilarang, dan sekolah wajib menyediakan perlindungan bagi anak agar mereka dapat berkembang dengan aman, sehat, dan tanpa adanya ancaman kekerasan.
2. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (sebagaimana diubah dengan UU No. 35 Tahun 2014).
Selain memberikan hak perlindungan kepada anak, regulasi ini juga mencantumkan kewajiban negara dan masyarakat untuk mencegah dan menangani tindak kekerasan terhadap anak. Sekolah sebagai institusi pendidikan juga memiliki kewajiban untuk memastikan anak-anak di dalamnya tidak menjadi korban atau pelaku kekerasan.
3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan
Permendikbud ini adalah salah satu upaya sistematis yang lebih konkret dalam menanggulangi kekerasan di sekolah. Peraturan ini memberikan pedoman bagi satuan pendidikan untuk menciptakan kebijakan yang melibatkan seluruh pihak terkait dalam pencegahan dan penanganan kekerasan, baik itu perundungan, kekerasan fisik, maupun kekerasan berbasis gender.
4. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No. 11 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tindak Pidana Perundungan dan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Peraturan ini mengatur lebih lanjut langkah-langkah praktis dalam menangani kasus kekerasan dan perundungan di sekolah. Regulasi ini mencakup tindakan pencegahan, prosedur pelaporan, mekanisme penyelesaian kasus, dan tindak lanjut untuk para korban serta pelaku.
Tantangan dalam Implementasi Regulasi
Meskipun sudah ada regulasi yang mengatur tentang penanggulangan tindak pidana perundungan dan kekerasan di satuan pendidikan, implementasi di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan, di antaranya:
Kurangnya Pemahaman dan Kesadaran di Kalangan Pendidik
Salah satu hambatan terbesar dalam penanggulangan kekerasan di sekolah adalah kurangnya pemahaman dan kesadaran di kalangan guru dan tenaga pendidik lainnya.
Banyak yang belum sepenuhnya memahami pentingnya peran mereka dalam menciptakan lingkungan sekolah yang bebas dari kekerasan, serta bagaimana cara mengenali dan menangani kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan.
Budaya Kekerasan di Sekolah
Budaya kekerasan di beberapa sekolah seringkali sudah mengakar dan dianggap sebagai hal yang biasa. Hal ini bisa jadi karena siswa yang mengalami kekerasan merasa takut untuk melaporkan kejadian tersebut, atau karena pelaku kekerasan tidak mendapatkan sanksi yang memadai. Budaya ini perlu diubah dengan pendekatan yang lebih tegas dan holistik.
Penerapan Regulasi yang Tidak Konsisten
Beberapa sekolah atau lembaga pendidikan mungkin belum menerapkan regulasi dengan konsisten. Kebijakan terkait perlindungan terhadap siswa dan pencegahan kekerasan harus ditegakkan secara merata di semua tingkat pendidikan. Namun, terkadang kebijakan yang ada hanya diterapkan secara setengah-setengah dan tidak menyeluruh.
Minimnya Sistem Pelaporan yang Aman dan Anonim
Banyak siswa yang enggan melaporkan tindak kekerasan yang mereka alami karena takut akan balas dendam dari pelaku atau merasa tidak ada yang dapat membantu mereka. Oleh karena itu, penting untuk menyediakan sistem pelaporan yang aman, terpercaya, dan anonim, agar siswa merasa terlindungi saat melaporkan kasus kekerasan.
Solusi untuk Meningkatkan Penanganan TPPK di Satuan Pendidikan
Beberapa solusi yang dapat diambil untuk meningkatkan penanganan Tindak Pidana Perundungan dan Kekerasan di satuan pendidikan antara lain:
Pelatihan bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Guru dan tenaga pendidik perlu mendapatkan pelatihan yang intensif terkait pencegahan, identifikasi, dan penanganan kasus kekerasan di sekolah. Pelatihan ini juga harus mencakup pemahaman mengenai regulasi yang ada, serta bagaimana mengimplementasikannya secara konsisten.
Kampanye Kesadaran untuk Mengubah Budaya Kekerasan
Kampanye untuk mengubah budaya kekerasan di sekolah harus dilakukan, dengan melibatkan siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitar. Penting untuk memberikan pemahaman bahwa kekerasan dalam bentuk apapun tidak dapat diterima dan harus segera dilaporkan.
Peningkatan Mekanisme Pelaporan yang Aman
Sekolah harus menyediakan mekanisme pelaporan yang aman dan anonim untuk siswa yang menjadi korban kekerasan. Hal ini akan mempermudah siswa untuk melaporkan kasus kekerasan tanpa takut akan pembalasan atau stigma.
Penegakan Sanksi yang Tegas bagi Pelaku Kekerasan
Penegakan sanksi bagi pelaku kekerasan harus dilakukan dengan tegas dan adil. Sanksi ini tidak hanya berlaku untuk siswa, tetapi juga bagi tenaga pendidik yang terbukti melakukan kekerasan atau gagal mengatasi kasus kekerasan yang terjadi di sekolah.
Regulasi mengenai Tindak Pidana Perundungan dan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan adalah langkah positif untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman bagi siswa. Namun, implementasi yang efektif masih menghadapi tantangan besar. Untuk itu, semua pihak terkait termasuk pemerintah, pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat harus bekerja sama dengan lebih serius dalam menanggulangi kekerasan di dunia pendidikan. Penegakan regulasi yang konsisten dan perbaikan dalam sistem pelaporan serta pendampingan korban adalah kunci untuk menciptakan sekolah yang bebas dari kekerasan. (sebagian dari Chatgpt).
Implementasi TPPK-SP di Sekolah
Implementasi TPPK-SP di sekolah-sekolah di Indonesia, meskipun sudah dimulai, masih menghadapi beberapa tantangan. Beberapa sekolah belum sepenuhnya memahami dan menjalankan tugas tim ini secara maksimal. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya sumber daya, seperti kekurangan pelatihan bagi tenaga pendidik dan terbatasnya anggaran untuk program-program pencegahan kekerasan. Namun, beberapa inisiatif telah dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, di antaranya:
Pelatihan dan Workshop untuk Pendidik
Salah satu langkah untuk memperkuat TPPK-SP adalah dengan memberikan pelatihan kepada guru dan tenaga pendidik mengenai cara mengidentifikasi dan menangani kekerasan di sekolah.
Pelatihan ini mencakup teknik komunikasi yang efektif dengan siswa, cara mendeteksi tanda-tanda perundungan, serta metode penanganan yang sensitif dan mendukung kesejahteraan psikologis korban.
Pembuatan Protokol Penanganan Kasus
Setiap sekolah yang memiliki TPPK-SP diwajibkan untuk memiliki protokol penanganan kekerasan yang jelas dan terstruktur. Protokol ini mencakup langkah-langkah yang harus diambil jika ada laporan mengenai kekerasan, mulai dari pendataan kasus, investigasi, hingga tindakan lanjutan, baik bagi korban maupun pelaku.
Kolaborasi dengan Pihak Eksternal
TPPK-SP juga bekerja sama dengan lembaga luar seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), polisi, dan lembaga psikologi untuk menangani kasus-kasus kekerasan dengan lebih efektif. Kolaborasi ini penting agar penanganan kasus kekerasan di sekolah dapat dilakukan secara holistik dan mendalam.
Platform Pelaporan Kekerasan
Untuk memudahkan siswa melaporkan kekerasan yang terjadi, beberapa sekolah kini menyediakan platform pelaporan yang aman dan anonim. Ini memberikan kenyamanan bagi siswa yang mungkin takut melaporkan kekerasan secara langsung, sehingga mereka dapat tetap terlindungi tanpa takut ada tindakan balasan.
Tantangan dan Solusi dalam Implementasi TPPK-SP
Beberapa tantangan yang masih dihadapi dalam implementasi Tim Pencegahan dan Penanganan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan antara lain:
Kurangnya Sumber Daya dan Dukungan Finansial
Banyak sekolah menghadapi keterbatasan dalam hal anggaran dan sumber daya manusia untuk menjalankan program pencegahan kekerasan secara maksimal. Solusinya adalah dengan mencari dukungan dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan sektor lain untuk mendukung program-program pencegahan ini.
Tantangan Sosial dan Budaya
Di beberapa daerah, budaya yang menganggap kekerasan sebagai bagian dari pendidikan atau “ritual” sosial bisa menjadi hambatan. Oleh karena itu, diperlukan upaya berkelanjutan dalam mengubah pola pikir dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menciptakan lingkungan yang aman.
Kurangnya Koordinasi antara Sekolah dan Orang Tua
Meskipun TPPK-SP berusaha untuk melibatkan orang tua dalam penanganan kasus kekerasan, koordinasi antara sekolah dan orang tua sering kali belum optimal. Solusinya adalah dengan mengadakan pertemuan rutin dan memberikan pelatihan kepada orang tua agar mereka dapat berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak mereka.
Kesimpulan
Tim Pencegahan dan Penanganan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan (TPPK-SP) adalah langkah strategis yang diambil untuk memastikan bahwa setiap siswa di Indonesia dapat belajar di lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan.
Meski implementasinya masih menghadapi tantangan, upaya kolaboratif antara pihak sekolah, orang tua, masyarakat, dan pemerintah baik pusat maupun daerah sangat penting untuk memastikan bahwa regulasi ini dapat diterapkan dengan efektif. Wallohu muafiq illa atwamitthoriq ..wallohuwa’lam.
Oleh : H. Lukman Hakim, S.Pd., M.I.Kom.
Koordinator Tim TPPK SMAN 6 Kabupaten Tangerang, Penyuluh Antikorupsi ForPAK Banten, PAKSI Kabupaten Tangerang, Banten