Chanel Banten, Yogyakarta – Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia. Berdasarkan Global TB Report 2022, Indonesia merupakan negara dengan beban TB tertinggi kedua di dunia setelah India, yakni dengan estimasi kasus sebanyak 969.000 dan kematian 144 ribu per tahun.
Indonesia menetapkan target eliminasi TB di tahun 2030. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah telah menetapkan 4 (empat) strategi nasional untuk mengendalikan TB di Indonesia.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Maxi Rein Rondonuwu dalam kegiatan 5th INA-TIME bertajuk ”Stepping up research to end TB” yang digelar di Yogyakarta, pada Jumat (1/9).
Strategi pertama, menambah fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu mengidentifikasi TB. Dikatakan Menkes, saat ini jumlah fasyankes yang mampu mengidentifikasi TB masih terbatas, untuk itu pemerintah secara bertahap akan menambah dan melengkapinya dengan sarana dan prasarana yang mendukung proses identifikasi dan pengobatan TB.
Strategi kedua, memperkuat dan memperluas surveilans berbasis laboratorium. Menkes menyampaikan kedepan proses pemeriksaan TB tidak hanya menggunakan TCM, tetapi juga menggunakan laboratorium PCR yang tersebar di seluruh Indonesia dan memakai reagen produksi dalam negeri.
Strategi ketiga, membentuk TB Army. TB Army merupakan kegiatan pelacakan pasien initial Lost to Follow Up (iLTFU) TBC RO dengan melibatkan peran penyintas TB dan organsiasi TB. TB Army pertama kali diinisiasi pada Oktober 2022 dan secara bertahap mulai dikembangkan di beberapa daerah.
Pilot Project dilaksanakan secara bertahap di 6 kabupaten/kota. Selama piloting, TB Army telah melacak 96 orang TB RO. TB Army resmi diluncurkan oleh Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin pada Selasa (29/8).
Dirjen Maxi menambahkan, saat ini Kemenkes tengah melakukan penelitian bagi penerapan mekanisme baru pengobatan bagi pasien TB RO. Sehingga pasien TB RO tidak perlu berobat selama 20 bulan, karena itu sangat sulit dan lama. Adanya mekanisme baru ini, pengobatan pasien TB RO bisa dipercepat.
Strategi terakhir adalah mengembangkan vaksin TB. Menkes menjelaskan bahwa saat ini pemerintah sedang mengembangkan 3 jenis vaksin TB. Ketiganya menggunakan teknologi yang berbeda-beda dan Indonesia dipastikan akan menjadi lokus uji klinis.
Dirjen Maxi merinci vaksin TB pertama berbasis protein rekombinan dari Bill and Melinda Gates Foundation (BMGF). Vaksin kedua berbasis viral vektor yang dikembangkan oleh CanSino-Etana. Vaksin ketiga berbasis mRNA dikembangkan oleh BioNTech bekerja sama dengan Biofarma.
Dari keempat strategi ini, Dirjen Maxi berharap seluruhnya bisa dilaksanakan secara kolaboratif dengan melibatkan seluruh pihak termasuk masyarakat. Hal ini mengingat TB menjadi salah satu penyakit yang diprioritaskan untuk dieliminasi karena tingkat kematiannya sangat tinggi serta mempengaruhi kualitas SDM Indonesia.
”Saya berharap semua strategi ini bisa kita lakukan. Kita harus agresif karena kita berbicara penyakit yang kematiannya melebihi COVID-19. Penyakit yang sudah puluhan tahun tidak bisa kita selesaikan, penyakit yang dengan saling bekerjasama pasti bisa kita tuntaskan,” tutup Dirjen Maxi. (Red)
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI.